Investor Lakukan Risk Off, Pilih Dolar – Rupiah Terjengkang

Rupiah (LH/Akuratnews)
Rupiah (LH/Akuratnews)

Jakarta, Akuratnews - Dolar AS masih menjadi kesayangan investor saat melakukan risk off, dimana aset safe haven yang dilirik adalah Dolar. Dalam perdagangan mata uang hari ini, Greenbacks berjaya.

Setelah sempat tertekan di pagi ini, dolar AS kemudian balasdendam. Indek Dolar yang mengukur kekuatan Dolar atas 6 mata uang utama duniamenguat hingga 0,1%. Penguatan terjadi secara luas, dan sukses menyapu sejumlah mata uang Asia pada hari ini. Tak terkecuali rupiah.

Dolar AS menjadi kesayangan investor karena tanda-tandaresesi yang kian nyata di Amerika Serikat. Pada tanggal 4 Desember 2018,terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).

Hal ini merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun.  Dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai. Namun, yang benar-benar meresahkan adalah terjadinya inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Salah satu kajian menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Kini spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal November, nilainya adalah  82 bps. Per akhir perdagangan Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja. Kemudian pada perdagangan hari ini, nilainya kembali menipis menjadi 44 bps.

Sementara dalam perkembangan Perang Dagang AS-China, jalan penyelesaian semakin suram seiring dengan sikap AS yang memberikan perintah kepada otoritas Kanada untuk menangkap CFO Huawei global Meng Wanzhou. Seperti diduga, Beijing melakukan serangan balik. Pada hari Minggu (9/12/2018) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri China memanggil duta besar AS dalam rangka mengajukan keberatan terkait penahanan Meng Wanzhou, sekaligus menuntut pihakAS untuk segera membebaskan sang petinggi Huawei tersebut.

Sebelumnya, kantor berita Xinhua yang mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri China melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri China Le Yucheng juga sudah memanggil duta besar Kanada John McCallum pada hari Sabtu(8/12/2018), dengan urusan yang sama. Tidak tanggung-tanggung, Le memberitahu Callum bahwa hukuman bagi Meng Wanzhou adalah “pelanggaran luar biasa”.

Le juga mengancam akan ada konsekuensi yang berat jika Kanada tidak segera membebaskan Meng Wanzhou. “Langkah seperti itu (menahan Meng Wanzhou) adalah menghiraukan hukum dan tidak masuk akal, tidak berbudi, dan buruk secara moral, ujar Le. “China secara tegas menuntut pihak Kanada segera membebaskan eksekutif Huawei […] atau menerima konsekuensi berat bahwa pihak Kanada seharusnya bertanggung jawab akan hal ini,” tambah Le.

Sebelumnya, terlebih, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer kemarin kembali mengingatkan bahwa tanggal 1 Maret (90 hari setelah kesepakatandi KTT G20 di Argentina) adalah "tenggat waktu yang menjadi batas akhir". Jika tidak ada kesepakatan pasca batas waktu itu, bea masuk baru siap diluncurkan. "Sejauh yang saya tahu, itu merupakan tenggat waktu yang keras. Saat saya berbicara dengan Presiden AS, dia tidak pernah menyebutuntuk pergi lebih jauh daripada Maret," ucap Lighthizer pada CBS. "Aturan mainnya adalah setelah 90 hari (tidak tercapai kesepakatan), bea masuk akan dinaikkan," tambah Lighthizer.

Muncul risiko yang menghantui jelang perceraian Inggris-Uni Eropa (Brexit). Pemungutan suara terkait dengan kesepakatan Brexit yang sudahdisepakati dengan Uni Eropa rencananya akan diselenggarakan pada hari Selasa(11/12/2018). Namun, sejauh ini sejumlah Menteri telah memperingatkan PerdanaMenteri Theresa May bahwa kesepakatan yang lebih baik diperlukan untuk memenangkan dukungan anggota parlemen.

Perkembangan terbaru, PM May diperkirakan akan menunda pemungutan suara dan menuju ke Brussels untuk menuntut kesepakatan yang lebih baik dari Uni Eropa, surat kabar Sunday Times melaporkan.  Jika lobi-lobi PM May gagal atau parlemenakhirnya menyuarakan penolakan, May bisa saja dilengserkan dari posisinya atau bahkan Inggris bisa meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan sama sekali. Hal ini kemudian masih menjadi risiko tersendiri bagi pelaku pasar. 

Nilai tukar rupiah terhadap dolar ditutup melemah diperdagangan pasat spot hari ini. Dibuka melemah tipis di awal perdagangan,nilai tukar rupiah makin surut hingga akhir perdagangan. Perdagangan USDIDR,dimana US$ 1 ditutup Rp 14.550 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,59% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Membuka perdagangan dengan pelemahan 0,03%, mata uang tanah air kemudian jatuh dengan cepat. Dalam kisaran setengah jam saja, rupiah langsung melemah sebesar 0,35%.  Menuju akhir perdagangan, bukannya membaik, pelemahan rupiah malah semakin menjadi-jadi. Rupiah akhirnya mengakhiri perdagangan hari ini dengan pelemahan0,59% terhadap dolar AS. (LH)

Penulis:

Baca Juga