Banjir Bandang Dan Longsor Simalungun, Cermin Kondisi Hutan Saat Ini

Kasus banjir dan longsor di Kabupaten Simalungun, sebagai cermin untuk introspeksi terutama bagi kondisi hutan di Kabupaten Simalungun. Termasuk pengawasan dan tindakan hukum secara tegas pelaku pembalakan liar yang secara nyata merugikan masyarakat secara umum dan perekonomian nasional secara khusus.

Akuratnews.com - Bencana alam banjir bandang dan longsor di wilayah Simalungun sudah terjadi beberapa kali. Diduga akibat terjadinya penebangan liar disekitar kawasan hutan di Kabupaten Simalungun sehingga curah hujan tinggi menyebabkan terjadinya banjir bandang dan longsor.

Di penghujung 2018 terjadi banjir dan longsor di jembatan kembar di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Jembatan tiba tiba tertimbun lumpur akibat banjir dan longsor dan jalur lalulintas menuju Parapat terputus.

Setelah kasus banjir dan longsor yang terjadi dipenghujung tahun 2018 lalu, kini menjelang akhir tahun 2019, kasus banjir bandang kembali terjadi dan menimpa warga di tiga desa yakni Nagori Totap Majawa, Nagori Marubu Jaya serta Nagori Bah Jambi II Kecamatan Tanah Jawa, yang menyebabkan terputusnya hubungan lalulintas dari kota Siantar menuju tanah Jawa.

Bupati Simalungun Dr JR Sragih SH MM dalam surat pernyataan bernomor 360/16205/28/2019 tertanggal 22 Oktober 2019 yang isinya menyebutkan telah terjadi Bencana Alam Banjir Bandang dan Longsor pada jalan lintas Pematang Siantar - Tanah Jawa dan Nagori Totap Majawa, Nagori Marubu Jaya serta Nagori Bah Jambi II Kecamatan Tanah Jawa.

Banjir bandang dan longsor yang terjadi akibat curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan luapan air di wilayah perkebunan ke pemukimam masyarakat dan memutuskan akses jalan serta jembatan Bailey pada jalan lintas Siantar - Tanah Jawa, sebut Bupati dalam surat pernyataan tersebut.

Kasus Pembalakan Liar

Terjadinya banjir bandang dan longsor tidak selamanya dikarenakan hujan lebat maupun debit air sungai yang cukup tinggi. Debit air tersebut, bisa saja karena terjadinya penebangan kayu di hulu sungai maupun pegunungan.

Dampak ekonomi yang muncul dari penebangan liar bukan hanya karena kerugian finansial dampak akibat hutan gundul hilangnya pohon, akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost).

Kerugian akibat penebangan hutan secara liar, timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya dampak akibat kerusakan hutan adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan.

Penebangan liar juga sangat merugikan bagi kehidupan, karena keberadaan hutan sangatlah penting sebagai penjaga keseimbangan alam.

Dampak penebangan hutan secara liar adalah hilangnya kesuburan tanah mengakibatkan tanah menyerap sinar matahari terlalu banyak sehingga menjadi sangat kering dan gersang. Hingga nutrisi dalam tanah mudah menguap.

Kemudian ketika pohon-pohon ditebang dan daerah tersebut menjadi gersang, maka tak ada lagi yang membantu tanah menyerap lebih banyak air, dengan demikian, akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan sumber daya air.

Penebangan hutan secara liar juga mengakibatkan banjir.
Salah satu fungsi hutan adalah menyerap dengan cepat dan menyimpan air dalam jumlah yang banyak ketika hujan lebat terjadi. Namun ketika hutan digunduli, hal ini tentu saja membuat aliran air terganggu dan menyebabkan air menggenang dan banjir yang mengalir ke pemukiman penduduk.

Pembalakan liar yang terjadi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal sudah diketahui, hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air.

Penebangan liar Dan Tindakan Pihak Terkait

Selain curah hujan tinggi, serta adanya perbaikan cara berfikir terhadap tata kelola lingkungan, dugaan adanya pembalakan liar juga harus dilakukan pengawasan dan tindakan tegas karena merusak lingkungan.

Terjadinya banjir bandang dan longsor tidak terlepas sebagai dampak dimana masih terjadinya dan maraknya aksi pembalakan liar dikawasan hutan di wilayah Simalungun sebagaimana diberitakan berbagai media terjadi diantaranya sekitaran hutan Sitahoan, kawasan hutan Sibaganding, kawasan hutan Nagori Meriah Dolok.

Dinas Kehutanan Pemprov Sumut (Pemprovsu) melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) mereka di Jalan Simanuk-manuk, Pematang Siantar, Sumatera Utara (Sumut), secara tidak langsung membenarkan terjadi pembalakan liar di kawasan hutan Sitahoan Simalungun. Hal itu terbukti dari hasil tangkapan UPT Kehutanan Pemprovsu itu pada 2018.

Sebagaimana informasi dari berbagai sumber menyebutkan terkait adanya dugaan pembalakan liar di wilayah Simalungun, Polisi Kehutanan (Polhut) Dinas Kehutanan Sumatera Utara pada Sabtu (2/2/2019) dini hari. melakukan penangkapan terduga pelaku penebangan liar di Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun,

Sementara Dinas Kehutanan Sumatera Utara melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah II Pematang Siantar, Joner Sipahutar pada Sabtu (2/2/2019) pagi, membenarkan adanya tindakan penangkapan atau pengamanan terhadap pelaku penebangan liar di Desa Jorlang Huluan, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Namun saat itu, Joner belum bisa merinci pelaku dan barang bukti yang diamankan petugas Polisi Hutan yang bergerak pada Jumat (1/2/2019) malam ke lokasi, sebut sumber.

Tindakan ini menurut dia, dilakukan menyusul adanya laporan warga di sekitar lokasi tentang aksi penebangan liar. Pihaknya kemudian menindaklanjuti laporan warga.

Keluhan masyarakat terkait adanya dugaan pembalakan liar yang diduga telah berjalan selama beberapa tahun. Dampak penebangan itu sendiri mengakibatkan rusaknya jalan kampung sejauh 15 kilometer dan terjadinya longsor di sekitar lokasi yang tak jauh dari permukiman warga.

Warga mengaku, aksi penebangan liar terjadi di Dusun Marihat Gunung, Nagori Jorlang Huluan, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, dilakukan para pelaku di areal daerah aliran sungai.

Warga menyebut, para pelaku menebangi kayu di lokasi dengan menggunakan sejumlah alat berat, seperti ekskavator, traktor jonder dan mesin pemotong kayu.

Sejauh ini tindakan terhadap oknum pelaku pembalakan liar belum optimal. Kasus kasus pembalakan liar merupakan pengrusakan lingkungan berdampak luas baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kehidupan makhluk hidup sekitarnya.

Tidak pidana menebang hasil hutan tanpa izin ditambah memalsukan dokumen terancam hukuman berat. Perbuatan pelaku bisa dijerat UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan dengan ancaman pidananya maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Pendataan Kawasan Hutan Di Hulu

Instansi terkait harus segera melakukan pendataan kawasan hutan yang ada di bagian puncak atau dibagian hulu sungai. Pendataan ini diperlukan agar semua pihak mengetahui secara jelas penyebab terjadinya banjir bandang dan longsor yang sering terjadi.

Dalam berbagai kasus banjir bandang dan longsor selain diakibatkan curah hujan tinggi juga penggundulan hutan yang dilakukan kawasan hutan.

Pendataan kawasan hutan di puncak bukit atau hulu dimaksudkan agar upaya pencegahan banjir dan longsor dapat dilakukan kebih awal. Sehingga dampak yang disebabkan pembalakan liar maupun penggundulan hutan dapat terdeteksi dan dapat diambil langkah langkah hukum.

Untuk menanggulangi penebangan hutan secara liar, tindakan yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan Reboisasi, melakukan Penanaman kembali setelah penebangan, membatasi penebangan secara liar. Dan yang terakhir penegakan hukum sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Penulis:
Editor: Redaksi

Baca Juga