Mantan Napi Maju Pilkada? Pangi Syarwi: Aturan PKPU itu Cacat Hukum
Jakarta, Akuratnews.com - Indonesian Public Intitute (IPI) kembali menggelar diskusi publik menyoroti polemik perpolitikan tanah air. Kali ini IPI menyoroti soal polemik eks napi maju politik dalam pilkada serentak ke depan, dengan tema "Mengupas Polemik Larangan Eks Napi Korupsi Maju Pilkada".
Pengamat politik dari Voxpol Center Pangi Syarwi menyoroti langsung Peraturan Komisi Penyelenggara Pemilu (PKPU) yang dinilai cacat hukum. Menurut Pangi, jika Caleg eks Napi dibolehkan oleh PKPU untuk bertarung dalam Pemilu, maka calon kepala daerah eks Napi bisa dipastikan juga dibolehkan dalam aturan PKPU. Hal inilah yang dianggap oleh Pangi dapat merugikan calon jika tiba-tiba dibenturkan dengan undang-undang lainnya.
Jika melihat hirarki, undang undang PKPU ini tidak ada artinya jika dibandingkan undang undang lain. KPU bukan institusi penegakan hukum, KPU hanya sebagai penyelenggara Pemilu bukan membuat aturan untuk menghalangi orang menjadi caleg kembali atau tidak.
"Soal kemudian ini orang layak atau tidaknya itu adalah regulasi undang undang, yang diatur dalam undang undang, kita tahu, itu jelas diatur dalam undang -undang Pemilu. UU nomor 7 tahun 2017. Ini patokan kita, bukan PKPU," tegas Pangi Sarwi dalam diskusi yang digelar IPI di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
"PKPU itu adalah penyelengga pemilu, bukan menghakimi orang boleh atau tidaknya orang berkontestasi (Maju Pilkada)," tandasnya. Menurut Pangi, PKPU ni adalah undang undang yang cacat. "Undang-undang yang seharusnya tidak boleh lagi digunakan." kata dia.
Pangi menegaskan, KPU sebagai penyelenggara Pemilu bukan Lembaga yang dapat mencabut hak politik orang. Ironisnya, menurut Pangi ini adalah aturan KPU, dapat mematikan hak politik orang tanpa melalui pengadilan. Inilah yang dianggap salah oleh Pangi Syarwi.
Sementara itu, Karyono Wibowo, Direktur IPI mengatakan, sepakat dengan Pangi Syarwi bahwa korupsi adalah akar persoalan bangsa Indonesia Sehingga KPU harus fokus pada penyelenggaraan pemilu yang jujur, transparan, berkualitas sebab ada berbagai kejahatan pemilu yang terjadi selama proses pemilu.
"Tingginya angka korupsi dan banyak kepala daerah yang terjerat korupsi, itulah yang harus dipertimbangkan oleh KPU untuk penyelenggaraan pemilu.
"Ini dampaknya sangat luar biasa, dapat menimbulkan kekacauan, menimbulkan disintegrasi bangsa dll, Ini yang harus menjadi perhatian KPU," tandasnya.
Berbeda dengan dua narasumber sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Margarito Kamis mengatakan, bahwa aturan KPU itu setara dengan Kepmen sehingga tidak boleh mengatur hal-hal lain selain yang diatur oleh undang undang.
"Aturan KPU tidak boleh setaraf dengan undang-undang, apapun alasannya, PKPU tidak boleh mengatur hal lain selain yang diatur oleh undang undang dan tidak boleh mengatur, yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi." tandas Margarito Kamis. (*)
Komentar