Menerawang Penunjukan Sudirman Said Menjadi Calon Gubernur Jawa Tengah
Jakarta, Akuratnews.com - Panas dingin temperatur pilkada memasuki fase yang sangat penting. Partai politik mulai mengumumkan calon-calon kepala daerah. Adalah Gerindra, partai besutan Prabowo Subianto, yang pasca kemenangan gemilang di DKI Jakarta menjadi sangat dinanti setiap gerak dan geriknya.
Mulanya Anies tidak pernah dihitung menjadi calon gunernur. Alih-alih dari Gerindra, Anies bukan anggota partai manapun. Juga tak kaya raya untuk dapat biayai ongkos politik yang mahal. Terlebih ia sangat keras menghadang pencalonan Prabowo sebagai Presiden pada tahun 2014.
Banyak loyalis yang baper saat Prabowo tunjuk Anies. Pendukung lebih sakit hati tampaknya. Prabowo move on; Dalam Perjuangan Besar, Tak Boleh Ada Ruang untuk Perasaan Pribadi, katanya. Anies menang dengan gemilang, Ahok dipukul selisih dua digit, pilihan Prabowo benar.
Baru saja beberapa hari lalu Prabowo umumkan bakal calon Gubernur Jabar. Mayjen (Purn) Sudrajat namanya. Tokoh agama dari selatan Jabar, mantan Kapuspen TNI, pernah menjadi Dubes, lulusan Harvard.
Diluar soal popularitas dan elektabilitas, Secara substansi Sudrajat pasti calon mumpumi. Pengalamannya penting untuk pembangunan Jabar. Bandingkan saja dengan rekam jejak kandidat lainnya; yang ini spektrum kompetensinya lebih luas. Purnawirawan Jendral, tapi santri juga. Lulusan universitas terbaik di dunia pula. Paket lengkap.
Kemudian orang-orang mulai bertanya, siapa lagi pilihan Prabowo untuk Jawa Tengah?
Pilihannya jatuh kepada Sudirman Said. Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Satu momen besar pernah dia ciptakan saat membongkar kasus Papa Minta Saham Setnov di Mahkamah Kehormatan Dewan.
Sudirman Said ini gila juga. Setnov bukan orang sembarangan, ketua DPR RI. Lihat saja bagaimana kemudian Setnov mampu kembali lagi mengambil jabatannya. Sudirman malah terlempar direshufle oleh Jokowi. Tidak tau kita apakah hal itu berkaitan, yang jelas Setnov lolos dari jeratan persoalan, padahal bukti rekaman suara sudah sangat gamblang diperdengarkan.
Sudirman Said ini ternyata aktivis anti korupsi. Kiprah Sudirman di bidang pemberantasan korupsi ia wujudkan dengan mendirikan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Bersama beberapa aktivis anti korupsi lainnya seperti Erry Riana (Mantan Pimpinan KPK) dan Kuntoro Mangkusubroto.
Pada tahun 2001 saat menjabat menjadi Ketua MTI Ternyata Sudirmanlah yang mendorong agar setiap menteri yang terpilih melepaskan jabatannya di parpol dan keterlibatannya dalam dunia usaha. Menurut Sudirman jabatan di partai politik dan keterlibatan dalam bisnis sangat mempengaruhi kredibilitas menteri bersangkutan.
Sudirman bersama Todung Mulya Lubis (aktivis anti korupsi) dan Imam B Prasodjo (sosiolog) juga pernah mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyampaikan hasil audit terkait dugaan korupsi oleh KPU pada Pemilu 2004.
Sudirman bersama Rhenald Kasali dan Bambang Harimurti selaku pendiri MTI mendorong agar dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah tidak dikriminalisasi. Sudirman menilai kasus kriminalisasi Bibit dan Chandra adalah kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.
Prabowo tidak salah memilih Sudirman Said. Orang ini jelas rekam jejaknya. Tampaknya ia juga ingin memberi antitesis atas situasi Jawa tengah yang saat ini Gubernurnya diterpa isu korupsi e-KTP yang melibatkan kerugian besar bagi republik ini.
Bagaimana dengan popularitas dan elektabilitas?
Masih kuat dalam ingatan kita, awal mula Jokowi dan Anies maju pada Pilkada DKI Jakarta pada periode yang berbeda. Melawan petahana dengan sejumlah potensi sumber daya yang teramat sangat besar. Fauzi Bowo dan Ahok yang menjadi petahana saat itu rasanya sulit untuk ditekuk, dikalahkan.
Ada lagi Ridwan Kamil yang kala itu juga sebagai pendatang baru. Hasil survei pada awal kemunculannya terpaut jauh dengan Ayi Viva Nanda yang berpasangan dengan istri mantan walikota.
Deretan nama-nama tadi tak lepas dari rangkaian sukses besar Prabowo dalam tentukan pilihan calon kepala daerah. Politik Indonesia sangat dinamis, dan Prabowo sangat paham soal banyaknya instrumen yang dapat menentukan kemenangan.
Kalau boleh jujur, salah satu faktor elektabilitas itu adalah Prabowo sendiri. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Prabowo justru faktor pendongkrak elektabilitas terpenting bagi kandidat-kandidat ini. Karena masyarakat percaya Prabowo.
Semua potensi diatas penting sekali untuk diterjemahkan secara praktis di palagan pertarungan Pilkada. Sebut saja Roemah Djoeang, misalnya. Sebuah organ pemenangan yang didirikan oleh Fraksi Gerindra DPR RI untuk memenangkan Anies Sandi menjadi contoh sukses yang sangat baik dalam mengorganisir dan mengkonversi semua potensi menjadi dukungan kongkrit bagi kemenangan kandidat. Bekerja secara detil dan telaten menggalang kekuatan RW, RT hingga TPS-TPS Sejakarta.
Tentu saja Roemah Djoeang bukan satu-satunya penentu kemenangan. Hal lain diperkuat oleh kader-kader Gerindra militan yang terus bergerak melakukan serangkaian tindakan progresif. Bergerak tak kenal waktu, para kader Gerindra seluruh indonesia mampu memberikan kontribusi baik secara moril, maupun materil.
Dalam rangkaian logika itu semua, Prabowo layak memiliki keyakinan total atas setiap tindakannya. Ia hanya perlu mencari putra-putra terbaik Bangsa ini. Bukan sekedar untuk dirinya dan partai yang ia dirikan, tetapi juga untuk orang banyak, rakyat Indonesia.
Dengan potensi kepercayaan publik yang besar terhadap Prabowo, kandidat yang memiliki kapasitas - integritas tinggi serta pasukan pemenangan yang militan dan terorganisir secara rapih, kemenangan dari Pilkada satu pada Pilkada lainnya pasti akan diraih.
Penulis Oleh: Gusmiyadi Goben
Aktivis Indonesia Bergerak
Komentar