Pilkada Bagi Calon Perempuan Rawan Tindakan Misogini

Jakarta, Akuratnews.com - Pandemi Covid 19 belum berakhir tetapi agenda nasional harus tetap berjalan, salah satunya Pemilihan Daerah secara serentak di berbagai daerah di Indonesia dimulai sejak Agustus hingga Desember 2020.

Di akhir Oktober 2020 telah terjadi peristiwa dimana salah satu calon wakil walikota Tangerang Selatan merasa telah mendapatkan pelecehan seksual dari pihak-pihak tertentu. Hal ini tentu saja menjadi sebuah keprihatinan tersendiri jika dilihat dari sisi penegakan hak dan kesetaraan gender.

"Marilah bertindak cerdas dalam berpolitik jangan menjegal calon dengan cara yang tidak profesional, apalagi menyerang secara pribadi dengan cara misoginis atau melakukan pelecehan seksual terutama melalui media sosial, hal tersebut tidak hanya perbuatan melawan hukum, berupa pelecehan seksual akan tetapi termasuk juga pelanggaran UU ITE dengan mendistribusikan secara sengaja kepada pihak publik," ujar Ketua Umum Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC), Nur Alam Prawiranegara di Jakarta, Sabtu (31/10).

Dilanjutkannya, politik seperti dua sisi mata uang, yakni bagian antara seni dan kekuasaan. Politik adalah proses untuk menggapai suatu kekuasaan bagi yang ingin menjadi pemimpin di suatu wilayah tertentu, tetapi untuk memperolehnya dibutuhkan seni agar terlihat apik dan menarik baik bagi para pemilih maupun lawannya.

'Akan tetapi untuk sampai kepada tujuan kekuasaan politik tersebut, prosesnya harus dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku sehingga bisa tetap menjadi penggunaan kekuasaan yang konstitusional dan bermartabat," ujar Nur Alam lagi.

IFLC dikatakannya, sangat menginginkan adanya pemimpin daerah dari perempuan. Sebagai aset besar bangsa, keterwakilan dari perempuan harus didorong maju.

Bukan hanya kuantitas, melainkan juga kualitasnya, dengan tujuan mengusung adanya kesetaraan gender.

"Karena itu sudah saatnya perempuan berpartisipasi aktif membangun bangsa dan negara melalui jalur politik. Mengapa demikian? Karena sebagai pemimpin dapat menyampaikan aspirasi serta kepentingan perempuan yang selama ini dianggap kurang penerapan dan pelaksanaannya. Apalagi saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tertunda untuk menjadi UU dengan dinyatakan sulit untuk dibahas.

Hal ini dikatakan Nur, dapat dilihat, saat RUU P-KS ini masih sulit terealisasi. Faktanya, ada yang tidak memahami perbuatannya diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu calon pimpinan daerah dengan cara misogini melalui media sosial.

"Misogini adalah suatu cara berupa kebencian atau ketidaksukaan terhadap perempuan yang diwujudkan dengan diskriminasi seksual, fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan objektifikasi seksual perempuan serta pelecehan seksual, bahkan melalui media sosial, serta menyebarkan foto milik pribadi dan menuliskan kalimat berupa ujaran kebencian agar dibaca oleh publik," papar Nur.

Padahal, foto merupakan suatu hasil dari kekayaan intelektual dan ekspresi personal berupa citra terhadap suatu objek yang bernilai seni, membidik suatu objek gambar bukan tanpa batasan.

Pemberitaan dan penggunaan foto oleh pihak tertentu tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena terdapat hak cipta yang dimiliki si pemilik foto dan foto yang hendak digunakan harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan hukum, maka jika tetap dilakukan diduga telah melanggar antara lain:

1. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Kecuali ditentukan lain peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

2. Pasal 27 jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Menurutnya, apa yang dilakukan Calon Wakil Walikota Tangsel sudah benar, karena yang dipakukannya untuk menegakkan kebenaran, bukan semata-mata untuk melakukan pembelaan kampanye karena dia sebagai calon.

"Dia menyadari sebagai aktivis perempuan, perbuatan seperti ini tidak hanya akan terjadi saat kampanye tapi dalam kehidupan di masyarakat," tandas Nur.

Penulis:
Editor: Redaksi

Baca Juga