PPDI Siap Jadi Relawan Pilkada Depok 2020

Ketua DPC PPDI Kota Depok, Natalina
Ketua DPC PPDI Kota Depok, Natalina

Jakarta, Akuratnews.com - Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) yang beranggotakan beragam organisasi disabilitas di Indonesia, menyatakan siap menjadi relawan pada gelaran Pilkada serentak, 9 Desember 2020.

Natalina, Ketua DPC PPDI Kota Depok dalam keterangan tertulis menyebut, jika pihaknya akan melakukan pendampingan bagi kaum disabilitas yang juga memiliki hak suara, khususnya di wilayah kota administratif Depok, Jawa Barat.

Terkait hak suara penyandang disabilitas, Natalina menegaskan jika pemerintah telah menjamin penuh hak politik para disabilitas dalam UU No 8/2016, Pasal 75 ayat dan Undang-Undang nomor 7/2017 Pasal 5.

"Mengacu pada isi kedua UU di atas, maka perlu adanya persiapan yang baik dari KPU dalam memenuhi amanah dan isi aturan negara dalam memenuhi hak para Penyandang Disabilitas." Ujar Natalina, Minggu (25/10).

Natalina menyoroti perihal pendataan yang dilakukan KPU terhadap para disabilitas yang jumlahnya masih jauh di angka yang diharapkan. Begitu juga untuk wilayah kota Depok.

Dijelaskan Natalina, berdasarkan data dari KPU Kota Depok, jumlah suara kaum disabilitas tercatat mencapai 1.838 orang.

Sedangkan untuk daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemilihan Wali Kota dan Wakil kota Depok tahun 2020 berjumlah 1.229.362 pemilih.

"Mereka akan menyalurkan hak pilihnya di 4.015 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh Kota Depok untuk menggunakan hak pilihnya. Tentu hal ini perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk memenuhi target tersebut." Lanjut Natalina.

Kerja keras itu menurut Natalina adalah dengan pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, baik berupa kesiapan fisik TPS, penyediaan template khusus untuk penyandang disabilibitas sensorik netra dan pendamping saat pencoblosan.

Dan salah satu yang dapat dilakukan oleh KPU Kota Depok lanjut Natalina adalah dengan sistem jemput bola.

"Cara jemput bola sudah dilakukan bagi pasien-pasien rumh sakit yang tetap ingin menggunakan hak pilih mereka. Pendataan detil yang dilakukan oleh KPU, dapat digunakan sebagai dasar bagis sistem jemput bola, yang berarti para petugas mendatangi para penyandang disabilitas sesuai wilayah pemilihan mereka masing-masing. Jika ingin mendapatkan hasil yang luar biasa, memang dibutuhkan kerja yang luar biasa." Imbuhnya.

Masih soal pendataan kaum disabilitas, menurut Natalina memang sudah mulai dilakukan sejak tahun menjelang Pemilu 2019, namun persentase penyandang disabilitas yang mengguna hak pilih mereka sangat kecil.

"Komisi Pemilihan Umum melakukan pendataan Penyandang Disabilitas di setiap wilayah pemilihan dan membuat kolom khusus untuk calon pemilih dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Termasuk ragam disabilitas masing-masing pemilih itu. Tentu saja pendataan ini dibuat dengan harapan adanya perubahan dalam melayani Penyandang Disabilitas saat mereka menjalankan kewajiban sebagai warga negara, meski ada beragam hambatan yang dialami para Penyandang Disabilitas." Sambung Natalina.

Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, secara Nasional mencatat jumlah Peyandang Disabilitas sebanyak 22,85 juta orang.

Sementara yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu 2019 adalah sebanyak 1.247.730 orang. Artinya hanya sekitar 5.52% penyandang disabilitas yang tercatat berhak menggunakan hak pilih mereka.

Hal itu menunjukkan prosentase dan jumlah penyandang disabilitas yang akan menggunakan hak pilih mereka sangat kecil, di bawah 10 persen.

Lalu bagaimana dengan Pilkada 2020, termasuk Depok. Natalina mengungkapkan bahwa belum ada catatan khusus dan penambahan jumlah.

"Karena pembuatan DPS berdasar pada data yang sudah ada sebelumnya. Padahal jumlah penyandang disabilitas dapat saja bertambah akibat sakit, kecelakaan atau bertambahnya usia seseorang penyandang disabilitas yang setahun sebelumnya belum mencapai usia 17 tahun." Ungkapnya.

Terkait dengan hambatan akibat disabilitas dapat berperan dalam menjalankan hak politik mereka, Natalina melihat ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan.

"Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa aksesibilitas dalam pemilihan umum belum benar-benar terjadi. Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berundak, menyulitkan pengguna kursi roda. Surat suara tanpa template khusus menyulitkan penyandang disabilitas sensorik netra saat akan melakukan pencoblosan atau salah saat mencoblos yang mengakibatkan surat suara menjadi tidak sah atau dianggap rusak." Bebernya.

Hal lain kata Natalina yaitu, terjadinya penolakan terhadap penyandang disabilitas mental yang dianggap sebagai orang yang tidak mampu menjalankan haknya karena kondisi mentalnya.

"Para penyandang disabilitas yang disebabkan oleh sakit tertentu, tentunya membatasi diri untuk keluar rumah. Padahal menjadi tantangan besar bagi KPU, agar Pilkada kali ini berlangsung dengan lancar dengan persentase pemilihan yang tidak lebih rendah dengan Pilpres 2019 lalu atau minimal penurunannya tidak signifikan." Tutup Natalina.

Penulis: Alamsyah

Baca Juga